Minggu, 08 Mei 2016

CARA MUDAH ROOT ANDROID DENGAN APLIKASI VROOT

cara mudah root hp android cina dengan V Root.
gak perlu ribet-ribet, tinggal instal aplikasinya, sret sret sret beres... hahahaha
karena ini program komputer maka yang wajib ada adalah komputer dan hapenya.. kopi juga harus ada biar gak ngantuk.. wkwkwk
ok langsung saja kita mulai.
1. download aplikasinya Vroot.exe https://drive.google.com/file/d/0B_F6hvodgrnjWExWczc1YjVnd1U/view?usp=sharing
2. instal seperti biasa
3. centang debugging usb di setting
4. colokkan hp ke komputer dengan kabel data
5. buka aplikasi vroot dan tekan tombol hijau


6. jika tampilan sudah seperti dibawah ini, maka android akan otomatis restart. dan kamu bisa melanjutkan ngopi.. wkwkwkw
good luck...

mohon maaf apabila ada kesalahan..



Jumat, 30 Desember 2011

proposal kualitatif

PENGUNAAN METODE CONTEXTUAL TEACHING LEARNING (CTL) PADA SISWA SDN 1 TAWANGARGO KARANGPLOSO
Disusun untuk memenuhi ujian akhir semester
Mata kuliah Penelitian Pendidikan II

Dosen pengampu: 
Prof. Dr. H.M. Djunaidi Ghony

Disusun oleh:
Ahmad Nur Fadlillah (09110082)

UIN Maulana Malik Ibrahim Malang


JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
 FAKULTAS TARBIYAH
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI MAULANA MALIK IBRAHIM MALANG
Desember, 2011
PENDAHULUAN

A.  Latar Belakang Masalah
Salah satu masalah dalam bidang pendidikan di Indonesia yangbanyakdi perbincangkan adalah rendahnya mutu pendidikan yangtercemin dari rendahnya rata-rata prestasi belajar.Masalah lain adalahbahwa pendekatan dalam pembelajaran masih terlalu didominasiperan guru (teacher centered).
 Guru lebih banyak menempatkan siswasebagai obyek dan bukan sebagai subyek didik. Pendidikan kita kurang memberikan kesempatan kepada siswa dalam berbagai matapelajaran untuk mengembangkan kemampuan berfikir holistic (menyeluruh), kreatif, obyektif, dan logis (Depdiknas, 2000).[1]
Salah satu upaya pembenahan dalam kegiatan belajar mengajar adalah bagaimana meningkatkan atau memperbaiki kegiatan belajar mengajar melalui strategi atau metode mengajarnya, agar tujuan pembelajaran dapat tercapai secara optimal, maka diperlukan metode pengajaran yang efektif dan efesien.
Proses belajar mengajar dikatakan efektif apabila terjadi transfer belajar, yaitu materi pelajaran yang disajikan oleh guru dapat diserap ke dalam stuktur kognitif siswa. Siswa dapat menguasai materi tersebut, tidak hanya terbatas pada tahapan ingatan tanpa pengertian (rote learning ) tetapi bahan pelajaran dapat diserap secara bermakna (meaningful learning).
Keefektian pengajaran dipengaruhi oleh karakteristik; guru dan siswa, bahan pelajaran, dan aspek lain yang berkenaan dengan situasipengajaran. Pengelolahan kelas merupakan usaha untuk menciptakan situasikelas yang konduktif untuk belajar sebaik mungkin, tentu saja kondisiserta fasilitas kelas (sarana dan prasarana) pengajaran,khususnya media dan sumber belajar adalah hal penting yang perludidayagunakan sebaik mungkin oleh guru dan siswa demi suksesnyaproses belajar mengajar seperti yang diharapkan.
Kontekstual dikembangkan untuk meningkatkan kenerja kelas. Kelas yang hidup diharapkan menghasilkan out put yang bermutu tinggi. Salah satu prinsip paling penting dari psikologi pendidikan adalah guru tidak boleh hanya semesta-mata memberikan pengetahuan kepada siswa-siswi harus membangun pengetahuan dari benaknya sendiri serta banyak berlatih.[2]
Pendekatan Contextual Teaching and Learning (CTL) merupakan konsep belajar dimana guru menghadirkan dunia nyata ke dalam kelas dan mendorong siswa membuat hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya dengan penerapannya dalam kehidupan mereka sehari-hari.
Dalam penerapan pendekatan CTL ada beberapa prinsip yaitu merencanakan pembelajaran sesuai dengan kewajiban perkembangan mental siswa, membentuk kelompok belajar, menyediakan lingkungan yang mendukung pembelajaran mandiri dan memperhatikan multi intelegensi serta menerapkan teknik bertanya dan penilaian autentik (mengevaluasi penerapan pengetahuan, berpikir kompleks seorang siswa).
Guru perlu memahami konsep pendekatan CTL terlebih dahulu dan dapat menerapkannya dengan benar. Agar siswa dapat belajar lebih efektif , guru perlu mendapat informasi tentang konsep pendekatan CTL dan penerapannya tugas guru dalam kelas kontekstual adalah membantu siswa mencapai tujuannya. Maksudnya, guru lebih banyak berurusan dengan strategi dari pada memberi informasi. Maka diharapkan ketrampilan dan pengetahuan datang dari menemukan sendiri, bukan dari apa kata guru.[3]
 Guru adalah seorang pendamping siswa dalam pencampaian kompetensi dasar. Berpikir kritis membantu menguji sikap mereka sendiri dan menghargai nilai-nilai yang harus mereka pelajari. Berpikir kritis merupakan hal paling mendasar dalam pembelajaran melalui pendekatan Contextual Teaching and Learning (CTL).
B.     Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah pada penelitian ini adalah:
1.      Bagaimana penggunaan teknik Contextual Teaching and Learning (CTL) di SDN 1 Tawangargo?
2.      Bagaimana cara penerapan pendekatan Contextual Teaching and Learning (CTL) terhadap proses belajar dan pembelajaran di SDN 1 Tawangargo?
C.    Tujuan
Adapun tujuan dari penelitian ini adalah:
1.      Mengetahui penggunaan teknik Contextual Teaching and Learning (CTL) di SDN 1 Tawangargo
2.      Mengetahui cara penerapan pendekatan Contextual Teaching and Learning (CTL) terhadap proses belajar dan pembelajaran di SDN 1 Tawangargo?
D.    Landasan Teori
1.      Pengertian Penerapan Pendekatan Contextual Teaching and Learning (CTL)
Pada dasarnya konsep pembelajaran kontekstual dengan prinsip-prinsipnya bukan merupakan konsep baru. Konsep dasar pendekatan ini diperkenalkan pertama kali pada tahun 1916 oleh John Dewey yang menganjurkan agar kurikulum dan metodologi pengajaran dipertautkan dengan pengalaman dan minat siswa. Proses belajar akan sangat efektif bila pengetahuan baru diberikan berdasarkan pengalaman atau pengetahuan yang sudah dimiliki siswa sebelumnya.
Dewasa ini pembelajaran kontekstual telah berkembang di negara-negara maju dengan berbagai nama. Di negara Belanda berkembang apa yang disebut dengan Realistic Mathematics Education (RME) yang menjelaskan bahwa pembelajaran matematika harus dikaitkan dengan kehidupan nyata siswa. Di Amerika berkembang apa yang disebut Contextual Teaching and Learning (CTL) yang intinya membantu guru untuk mengaitkan materi pelajaran dengan kehidupan nyata dan memotivasi siswa untuk mengaitkan pengetahuan yang dipelajarinya dengan kehidupan mereka.
Contextual Teaching and Learning (CTL) adalah sebuah system yang menyeluruh. Contextual Teaching and Learning (CTL) terdiri dari bagian-bagian yang saling terhubung. Jika bagian-bagian ini terjalin satu sama lain, maka akan dihasilkan pengaruh yang melebihi hasil yang diberikan bagian-bagiannya secara terpisah.
Kata kontekstual (contextual) berasal dari kata context yang berarti “hubungan, konteks, suasana dan keadaan”. Sehingga Contextual Teaching and Learning (CTL) dapat diartikan sebagai suatu pembelajaran yang berhubungan dengan suasana tertentu.
Menurut Nurhadi Contextual Teaching and Learning (CTL), yaitu merupakan konsep belajar yang dapat membantu guru mengaitkan antara materi yang diajarkannya dengan situasi dunia nyata siswa dan mendorong siswa membuat hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya dengan penerapannya dalam kehidupan mereka sebagai anggota keluarga dan masyarakat.[4]
Sedangkan menurut Johnson (2002) Contextual Teaching and Learning (CTL) adalah sebuah proses pendidikan yang bertujuaan menolong para siswa melihat makna di dalam materi akademik yang mereka pelajari dengan cara menghubungkan subjek-subjek akademik dengan konteks dalam kehidupan keseharian mereka yaitu dengan konteks keadaan pribadi, sosial, budaya mereka[5].
Menurut Depdiknas (2003 : 5) Contextual Teaching and Learning (CTL) adalah konsep belajar yang membantu guru mengaitkan antara materi yang diajarkan dengan situasi dunia nyata dan medorong siswa membuat hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya dengan perencanaan dalam kehidupan mereka sehari-hari.
Contextual Teaching and Learning (CTL) memungkinkan siswa menghubungkan isi mata pelajaran akademik dengan konteks kehidupan sehari-hari untuk menemukan makna. Kontekstual memperluas konteks pribadi siswa lebih lanjut melalui pemberian pengalaman segar yang akan merangsang otak guna menjalin hubungan baru untuk menemukan makna baru. Pembelajaran kontekstual sebagai suatu model pembelajaran yang memberikan fasilitas kegiatan belajar siswa untuk mencari, mengolah, dan menemukan pengalaman belajar yang lebih bersifat konkret (terkait dengan kehidupan nyata) melalui keterlibatan aktivitas siswa dalam mencoba, melakukan, dan mengalami sendiri. Dengan demikian pembelajaran tidak sekedar dilihat dari sisi produk, tetapi yang terpenting adalah proses.
Pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa pembelajaran kontekstual Contextual Teaching and Learning (CTL) adalah konsep belajar yang membantu guru menghubungkan antara materi pelajaran yang diajarkannya dengan situasi dunia nyata siswa dan mendorong siswa membuat hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya dengan penerapan dalam kehidupan mereka sehari-hari. Siswa memperoleh pengetahuan dan keterampilan dari konteks yang terbatas sedikit demi sedikit, dan dari proses menkostuksikan sendiri, sebagai bekal untuk memecahkan masalah dalam kehidupannya sebagai anggota masyarakat.
2.      Penerapan Pendekatan Contextual Teaching and Learning (CTL)
a.      Konsep Dasar Strategi Pembelajaran Contextual Teacing and Learning (CTL)
Contextual Teaching and Learning (CTL) adalah suatu strategi pembelajaran yang menekankan kepada proses keterlibatan siswa secara penuh untuk dapat menemukan materi yang dipelajari dan menghubungkannya dengan situasi kehidupan nyata sehingga mendorong siswa untuk dapat menerapkannya dalam kehidupan mereka. Dari konsep tersebut ada tiga hal yang harus kita pahami[6] :
a.       Contextual Teaching and Learning (CTL) menekankan kepada proses keterlibatan siswa untuk menemukan materi, artinya proses belajar diorientasikan pada proses pengalaman secara langsung.
b.      Contextual Teaching and Learning (CTL) mendorong agar siswa dapat menemukan hubungan antara materi yang dipelajari dengan situasi kehidupan nyata, artinya siswa dituntut untuk dapat menangkap hubungan antara pengalaman belajar di sekolah dengan kehidupan nyata.
c.       Contextual Teaching and Learning (CTL) mendorong siswa untuk dapat menerapkanya dalam kehidupan, artinya Contextual Teaching and Learning (CTL) bukan hanya mengharapkan siswa dapat memahami materi yang dipelajarinya, akan tetapi bagaimana materi pelajaran itu dapat mewarnai perilakunya dalam kehidupan sehari-hari.
b.      Prinsip Penerapan Pembelajaran Contextual Teaching and Learning (CTL)
Berkaitan dengan faktor kebutuhan individu siswa, untuk menerapkan pembelajaran kontekstual, guru perlu memegang prinsip pembelajaran sebagai berikut ini:
a.       Merencanakan pembelajaran sesuai dengan kewajaran perkembangan mental siswa. Artinya, isi kurikulum dan metodologi yang digunakan untuk mengajar harus didasarkan pada kondisi sosial, emosional, dan perkembangan intelektual siswa. Jadi, usia siswa dan karakteristik individual lainnya serta kondisi sosial dan lingkungan budaya siswa haruslah menjadi perhatian di dalam merencanakan pembelajaran. Contohnya, apa yang dipelajari dan dilakukan oleh siswa SMP tentunya akan berbeda dengan siswa SMA.
b.      Membentuk kelompok belajar yang saling tergantung (Independent Learning Groups).  Artinya, siswa saling belajar dari sesamanya di dalam kelompok-kelompok kecil dan belajar bekerja sama dalam tim lebih besar (kelas). Kemampuan itu merupakan bentuk kerjasama yang diperlukan oleh orang dewasa di tempat kerja dan konteks lain. Jadi, siswa dapat diharapkan untuk berperan aktif.
c.       Menyediakan lingkungan yang mendorong pembelajaran mandiri (self regulated learning). Lingkungan yang mendukung pembelajaran mandiri (self regulated learning) memiliki tiga karakteristik umum, yaitu kesadaran berpikir, penggunaan strategi dan motivasi berkelanjutan. Sementara itu, guru juga harus menciptakan suatu lingkungan di mana siswa dapat merefleksikan bagaimana mereka belajar, menyelesaikan tugas-tugas sekolah, menghadapi hambatan, dan bekerja sama secara harmonis dengan guru yang lainnya.
d.      Mempertimbangkan keragaman siswa (diversity of students). Artinya, di kelas guru harus mengajar siswa dengan berbagai keragamannya, misalnya latar belakang suka bangsa, status sosial ekonomi, bahasa utama yang dipakai di rumah, dan berbagai kekurangan yang mungkin mereka miliki.
e.       Memperhatikan multi intelegensia (multiple intelligences) siswa. Dalam pembelajaran kontekstual guru harus memperhatikan kebutuhan dan kecerdasan yang dimiliki siswa yang meliputi: (1) kecerdasan verbal linguistic adalah kemampuan untuk mengunakan kata-kata secara efektif, baik secara lisan maupun tulisan; (2) kecerdasan logis matematis adalah kemampuan menggunakan angka secara efektif dan penalaran secara baik; (3) kecerdasan visual spasial adalah kemampuan untuk mempersepsi pola, ruang, warna, garis, dan bentuk serta mewujudkan gagasan-gagasan visual dan keruangan secara gravis; (4) kecerdasan kinestetik adalah kemampuan mengunakan gerakan badan untuk mengekspresikan gagasan dan perasaan serta menyelesaikan problem; (5) kecerdasan musik adalah kemampuan memahami dan menyusun pola nada, irama, dan melodi; (6) kecerdasan intrapribadi adalah kemampuan memahami diri dan bertindak sesuai dengan kemampuan; (7) kecerdasan antarpribadi adalah kemampuan memahami perasaan, maksud, dan motivasi orang lain; (8) kecerdasan naturalis adalah kemampuan memahami dan mengklasifikasikan tanaman, barang tambang, dan binatang.
f.       Mengunakan teknik-teknik bertanya (Questioning) untuk meningkatkan pembelajaran siswa, perkembaangan pemecahan masalah, dan keterampilan berpikir tingkat tinggi. Agar pembelajaran kontekstual mencapai tujuannya, maka jenis dan tingkat pertanyaan yang tepat harus diungkap atau ditanyakan. Pertanyaan harus secara hati-hati direncanakan untuk menghasilkan tingkat berpikir, tanggapan, dan tindakan yang diperlukan siswa dan seluruh peserta di dalam proses pembelajaran kontekstual.
g.      Menerapkan penilaian autentik (authentic assessment). Penilaian autentik mengevaluasi penerapan pengetahuan dan berpikir kompleks seorang siswa, dari pada hanya sekedar hafalan informasi actual. Kondisi alamiah pembelajaran kontekstual memerlukan penilaian interdisiplin yang dapat mengukur pengetahuan dan keterampilan lebih dalam dan dengan cara yang bervariasi dibandingkan dengan penilaian satu disiplin.
3.      Komponen Contextual Teaching and Learning (CTL)
Penerapan Contextual Teaching and Learning (CTL) ini memiliki tujuh komponen utama yang dapat diterapkan dikelas, sebagai berikut:
1.      Kontruktivisme (Constructivism)
Kontruktivisme merupakan landasan berpikir (filosofi) dalam Contextual Teaching and Learning, yaitu bahwa pengetahuan digunakan oleh manusia sedikit demi sidikit yang hasilnya diperluas melalui konteks yang terbatas. Pendekatan ini pada dasarnya menekankan pentingnya siswa membangun sendiri pengetahuan  mereka lewat keterlibatan aktif proses belajar mengajar.
Menurut Suparno (1997 : 49) secara garis besar prinsip-prinsip konstruktivisme yang diambil adalah [7] :
a.       Pengetahuan dibangun oleh siswa sendiri, baik secara personal maupun secara social.
b.      Pengetahuan tidak dipindahkan dari guru ke siswa, kecuali dengan kearifan siswa sendiri untuk bernalar.
c.       Siswa aktif mengkostruksi secara terus-menerus, sehingga terjadi perubahan konsep menuju konsep yang lebih rinci, lengkap serta sesuai dengan konsep ilmiah.
d.      Guru sekedar membantu menyediakan sarana dan situasi agar proses konstruksi siswa berjalan mulus.
2.      Menemukan (Inquiry)
Menemukan merupakan kegiatan inti Contextual Teaching and Learning (CTL). Upaya menemukan akan memberikan penegasan bahwa pengetahuan dan keterampilan serta kemampuan lain yang diperlukan bukan merupakan hasil dari mengigat seperangkat fakta, tetapi merupakan hasil dari menemukan sendiri. Guru harus selalu merancang kegiatan yang merujuk pada kegiatan menemukan, apa pun meteri yang diajarkannya. Ada beberapa langkah dalam kegiatan menemukan dalam kegiatan menemukan (inkuiry) yang dapat dipraktekkan di kelas :
a.       Merumuskan Masalah
b.      Mengamati dan melakukan observasi
c.       Menganalisis dan menyajikan hasil tulisan, gambar, laporan bagan, tabel dan karya lainnya.
d.      Mengkomunikasikannya atau menyajikan hasil karya pada pembaca, teman sekelas, guru atau audien yang lain.
3.      Bertanya (Questioning)
Unsur lain yang menjadi karakteristik utama Contextual Teaching and Learning (CTL), yaitu kemampuan dan kebiasaan untuk bertanya. Pengetahuan yang memiliki seseorang selalu bermula dari bertanya. Oleh karena itu, bertanya merupakan strategi utama dalam Contextual Teaching and Learning (CTL). Bertanyak dalam pembelajaran dipandang sebagai kegiatan guru untuk mendorong, membimbing, dan menilai kemampuan berfikir siswa.
4.      Masyarakat Belajar (Learning Commnity)
Maksud dari masyarakat belajar adalah membiasakan siswa untuk melakukan kerja sama dan memanfaatkan sumber belajar dari teman-teman belajarnya. Seperti yang disarankan dalam Learning Community, bahwa hasil pembelajaran diperoleh dari kerja sama dengan orang lain melalui berbagai pengalaman. Menurut Leo Semenovich Vygotsky, seorang psikolo Rusia, menyatakan bahwa pengetahuan dan pemahaman anak ditopang banyak oleh komunikasi dengan orang lain.
Satu telaah di Standford University (Dave Meieer, 2002 : 62) menemukan bahwa bimbingan belajar dari kawan itu empat kali lebih efektif untuk meningkatkan prestasi di bidang matematika dan membaca dibandingkan jika jumlah murid dalam kelas dikurangi atau waktu pengajaran diperpanjang dan jauh lebih efektif dibandingkan dengan instruksi individual dengan computer. Model pembelajaran dengan teknik “ Learning Community” sangat membantu proses pembelajaran di kelas.
5.      Pemodelan (Modeling)
Yang dimaksud dengan modeling adalah proses pembelajaran dengan memperagakan sesuatu sebagai contoh yang dapat ditiru oleh setiap siswa. Misalnya : guru memberikan contoh bagaimana cara mengoperasikan sebuah alat. Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, rumitnya permasalahan hidup yang dihadapi, tuntutan siswa yang semakin berkembang dan beraneka ragam, telah berdampak pada kemampuan guru yang memiliki kemampuan lengkap, dan ini yang sulit dipenuhi.
6.      Refleksi (Reflection)
Refleksi adalah cara berpikir tentang apa yang baru terjadi atau baru saja dipelajari. Dengan kata lain, refleksi adalah berpikir ke belakang tentang apa-apa yang sudah dilakukan di masa lalu. Siswa mengendapkan apa yang baru dipelajarinya sebagai setruktur pengetahuan yang baru, yang merupakan pengayaan atau revisi dari pengetahuan sebelumnya.
7.      Penilaian Sebenarnya (Authentic Assessment)
Tahap terakhir dari pembelajaran kontekstual adalah melakukan penilaian. Penilaian sebagai bagian integral dari pembelajaran memiliki fungsi yang amat menentukan untuk mendapatkan informasi kualitas proses dan hasil pembelajaran melalui penerapan Contextual Teaching and Learning (CTL). Dalam CTL, keberhasilan pembelajaran tidak hanya ditentukan oleh perkembangan kemampuan inteletual saja, akan tetapi perkembangan seluruh aspek. Oleh sebab itu, penilaian keberhasilan tidak hanya ditentukan oleh aspek hasil belajar seperti tes, akan tetapi juga proses belajar melalui penilaian nyata. Penilaian nyata adalah proses yang dilakukan guru untuk mengumpulkan informasi tentang perkembangan belajar yang dilakukan siswa.
E.     Kegunaan Penelitian
Adapun kegunaan atau manfaat dari penelitian adalah:
1.      Bagi Peneliti
a.       Untuk mengetahui manfaat metode CTL dalam proses pembelajaran
b.      Peneliti mendapatkan pengalaman baru dalam suatu metode pembelajaran.
2.      Bagi Keilmuan
a.       Diharapkan mampu memberikan sumbangan pikiran kususnya tentang pengembangan konsep penggunaan metode CTL.
b.      dapat memberikan kontribusi keilmuan bagi disiplin keilmuan PAI khususnya dan seluruh disiplin keilmuan secara umum.

METODE PENELITIAN
F.     Pendekatan dan Jenis Penelitian
Pendekatan yang di lakukan dalam penelitian ini  adalah melalui pendekatan kualitatif. Pendekatan kualitatif adalah pendekatan yang memperoleh data-data dari hasil observasi, wawancara, catatan lapangan, dokumen pribadi, catatan memo, dan dokumen resmi lainnya. Jadi tidak melibatkan angka-angka didalamnya. Sehingga yang menjadi tujuan dari penelitian kualitatif ini adalah ingin menggambarkan realita empirik di balik fenomena secara mendalam, rinci dan tuntas. Oleh karena itu penggunaan pendekatan kualitatif dalam penelitian ini adalah dengan mencocokkan antara realita empirik dengan teori yang berlaku dengan menggunakkan metode diskriptif.
G.    Kehadiran Peneliti
Peneliti bertindak sebagai pengumpul data dan sebagai instrument aktif dalam upaya mengumpulkan data-data di lapangan. sedangkan instrument pengumpulan data yang lain selain manusia adalah berbagai bentuk alat-alat Bantu dan berupa dokumen-dokumen lainnya yang dapat digunakan untuk menunjang keabsahan hasil penelitian, namun berfungsi sebagai instrument pendukung.
H.    Lokasi Penelitian
Penelitian tentang pengunaan contextual teaching learning (CTL) pada siswa SDN 1 Tawangargo Karangploso ini di laksanakan di SDN 1 Tawangargo Karangploso malang.


I.       Sumber Data
1.      Data Primer
Menurut S. Nasution data primer adalah data yang dapat diperoleh lansung dari lapangan atau tempat penelitian4. Pada data primer ini peneliti mengambil sampel dari lapangan dengan mengamati dan mewancarai. Sedangkan menurut Lofland bahwa sumber data utama dalam penelitian kualitatif ialah kata-kata dan tindakan5. Kata-kata dan tindakan merupakan sumber data yang diperoleh dari lapangan dengan mengamati atau mewawancarai. Peneliti menggunakan data ini untuk mendapatkan informasi lansung tentang pengunaan contextual teaching learning (CTL) pada siswa SDN 1 Tawangargo.
2.      Data sekunder
Data sekunder adalah data-data yang didapat dari sumber bacaan dan berbagai macam sumber lainnya yang terdiri dari surat-surat pribadi, buku harian, notula rapat perkumpulan, sampai dokumen-dokumen resmi dari berbagai instansi pemerintah. Data sekunder juga dapat berupa majalah, buletin, publikasi dari berbagai organisasi, lampiran-lampiran dari badan-badan resmi seperti kementrian-kementrian, hasil-hasil studi, tesis, hasil survey, studi histories, dan sebagainya.
Peneliti menggunakan data sekunder ini untuk memperkuat penemuan dan melengkapi informasi yang telah dikumpulkan melalui wawancara dan pengamatan langsung dengan murid SDN1 Tawangargo Karangploso.
J.      Prosedur Pengumpulan Data
1.      Observasi Langsung
Observasi langsung adalah cara pengambilan data dengan menggunakan mata tanpa ada pertolongan alat standar lain untuk keperluan tersebut. Dalam kegiatan sehari-hari, kita selalu menggunakan mata untuk mengamati sesuatu. Observasi ini digunakan untuk penelitian yang telah direncanakan secara sistematik tentang bagimana peroses kegiatan belajar mengajar dengan metode contextual teaching learning (CTL) pada siswa SDN 1 Tawangargo.
Tujuan menggunakan metode ini untuk mencatat hal-hal serta perkembangan kegiatan belajar mengajar selama memakai metode metode contextual teaching learning (CTL). Observasi langsung juga dapat memperoleh data dari subjek baik yang tidak dapat atau yang tidak mau berkomunikasi secara verbal.
2.      Wawancara
Wawancara adalah proses memperoleh keterangan untuk tujuan penelitian dengan cara tanya jawab, sambil bertatap muka antara si penanya dengan si penjawab dengan menggunakan alat yang dinamakan interview guide (panduan wawancara).
Tujuan penulis menggunakan metode ini, untuk memperoleh data secara jelas dan kongkret tentang hasil dari belajar siswa SDN1 Tawangargo Karangploso dengan metode contextual teaching learning (CTL).
3.      Dokumentasi
Dokumentasi adalah setiap bahan tertulis baik berupa karangan, memo, pengumuman, instruksi, majalah, buletin, pernyataan, aturan suatu lembaga masyarakat, dan berita yang disiarkan kepada media massa. Metode dokumentasi adalah pengumpulan data dengan meneliti catatan-catatan penting yang sangat erat hubungannya dengan obyek penelitian.
Tujuan digunakan metode ini untuk memperoleh data secara jelas dan konkret tentang hasil kegiatan belajar mengajar siswa SDN 1 Tawangargo Karangploso dengan metode contextual teaching learning (CTL).
K.    Analisis Data
Jenis metode pengumpulan data yang di pakai pada penelitian ini adalah kualitatif  yaitu mencari data hasil dari observasi aktivitas siswa dalam pembelajaran contextual teaching and learning ( CTL ), serta hasil catatan lapangan dan wawancara yang dianalisis dengan deskriptif kualitatif. Data kualitatif dipaparkan dalam kalimat yang dipisah-pisahkan menurut kategori untuk memperoleh kesimpulan. Hasil meliputi :
            A = Sangat Baik
            B = Baik
            C = Cukup
            D = Kurang
Pembelajaran dengan menggunakan pendekatan contextual teaching and learning ( CTL ) dapat meningkatkan kemampuan belajar siswa SDN 1 Tawangargo Karangploso dalam menyelesaikan soal-soal Agama meliputi pelajaran Aqidah akhlak, Fiqih, dan Quran hadist. Indikator keberhasilan tentang peningkatan belajar adalah sebagai berikut:
A.    Aktivitas siswa dalam pembelajaran Agama menggunakan pendekatan contextual teaching and learning ( CTL ) meningkat dengan kriteria sekurang-kurangnya Baik.
B.     Aktivitas guru dalam pembelajaran Agama menggunakan pendekatan contextual teaching and learning ( CTL ) meningkat dengan kriteria sekurang-kurangnya Baik.
C.     100% siswa SDN 1 Tawangargo Karangploso mengalami ketuntasan belajar individual sebesar >70 dalam pembelajaran Agama.

L.     Pengecekan Keabsahan Temuan
untuk memperoleh keabsahan temuan perlu diteliti kredibilitasnya dengan menggunakan teknik sebagai berikut:[8]
1.      Presistent Observation (ketekunan pengamatan)
Yaitu mengadakanobservasi secara terus menerus terhadap objek penelitian guna memahami gejala lebih mendalam terhadap berbagai aktivitas yang sedang berlangsung dilokasi penelitian. Dalam hal ini berkaitan dengan proses optimalisasi kegiatan belajar mengajar  materi Agama Islam pada siswa di SDN1 Tawangargo Karangploso.
2.      Triangulasi
Yaitu pemeriksaan keabsahan data yang memanfaatkan sesuatu yang lain diluar data untuk keperluan pengecekan atau perbandingan terhadap data. Triangulasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah triangulasi sumber data dengan cara "membandingkan dan mengecek balik derajat kepercayaan suatu informasi yang diperoleh melalui waktu dan alat yang berbeda dalam metode kualitatif. Sehingga perbandingan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pengamatan tentang optimalisasi pendidikan agama Islam di SDN1 Tawangargo Karangploso dengan wawancara oleh beberapa informan atauresponden.
3.      Peerderieting (pemeriksaan sejawat melalui diskusi)
Yang dimaksud dengan pemeriksaan sejawat melalui diskusi yaitu teknik yangdilakukan dengan cara mengekspos hasil sementara atau hasil akhir yang diperoleh dalam bentuk diskusi analitik.
M.   Tahap-tahap Penelitian
1.      Tahap Pra Lapangan
Menyusun proposal penelitian: Menyusun proposal penelitian ini digunakan untuk meminta izinkepada lembaga yang terkait sesuai dengan sumber data yang diperlukan.
2.      Tahap Pelaksanaan Penelitiana.
a.       Pengumpulan data.
Pada tahap ini yang dilakukan peneliti dalam mengumpulkan dataadalah:
·         Wawancara dengan Kepala Sekolah SDN1 Tawangargo Karangploso
·         Wawancara dengan waka kurikulum SDN1 Tawangargo Karangploso
·         Observasi langsung dan pengambilan data langsung dari lapangan.
·         Menelaah teori-teori yang relevan
b.      Mengidentifikasi data .
Data yang sudah terkumpul dari hasil wawancara, dokumentasi danobservasi diidentifikasi agar memudahkan peneliti dalam menganalisasesuai dengan tujuan yang diinginkan.
3.      Tahap Akhir Penelitian
a.       Menyajikan data dalam bentuk deskripsi.
b.      Menganalisa data sesuai dengan tujuan yang diinginkan.

N.    Daftar Buku Rujukan
Anggoro, M. Toha. dkk. 2008. Metode Penelitian. Jakarta : Universitas Terbuka
Arikunto, S. 2002. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek. Jakarta: Asdi Mahasatya
Depdiknas. 2000. Memahami dan Menangani Siswa dengan Problema dalam Belajar. Jakarta: PPM
Kesuma,  Dharma, dkk. 2010. Contextual Teaching and Learning. Yogyakarta : Rahayasa Research & Training
Rusman.  2009. Manajemen Kurikulum. Jakarta:  PT Raja Grafindo Persada
Sugiyanto. 2010. Model-Model Pembelajaran Inovatif. Surakarta:  Yuma Pustaka



[1] Depdiknas. 2000. Memahami dan Menangani Siswa dengan Problema dalam Belajar. Jakarta: PPM
[2] Kesuma, Dharma, dkk, 2010, Contextual Teaching and Learning, (Yogyakarta : RAHAYASA Research & Training)
[3] Ibid,
[4] Rusman, Manajemen Kurikulum , (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2009 ), hlm. 241.
[5] Drs, H, Sugiyanto, M, Si., M, Si, Model-Model Pembelajaran Inovatif, Surakarta: Yuma Pustaka, 2010, hlm14
[6] Drs, Dharma Kesuma, M,Pd., dkk, Contextual Teaching and Learning, Yogyakarta : RAHAYASA Research & Training, 2010, hlm, 59
[7] Ibid, hlm, 63
[8] Arikunto, S. 2002. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek. Jakarta: Asdi Mahasatya.